Kutubus Sittah

BAB I
PENDAHULUAN


Dalam makalah minggu yang lalu kita telah membahas tentang Ulumul Hadits ini, artinya kita telah sedikit banyak mengetahui tentang ilmu-ilmu hadits lewat pembahasan yang lalu, diantaranya tentang pembahasan pra kutubus sittah alih tema kita.
Pada kesempatan ini pembahas berikutnya akan mengetengahkan tentang kutubus sitah (kitab yang enam), yang merupakan kitab pokok dari kitab-kitab hadits yang sebelumnya telah disebutkan. Karena banyak sekali kitab hadits yang disusun dalam ilmu Hadits Riwayat, sebagian berkembang dalam masyarakat, dan sebagian lagi belum berkembang karena masih belum masuk kepercetakan. Berkembangnya kitab-kitab hadits ini dalam satu kitab.
Ass Syuyuthi dalam kitabnya Jamiu Jawami’ telah berdaya upaya mengumpulkan segala hadits hasilnya telah terkumpul 100.000 hadits, akan tetapi beliau wafat sebelum dapat menyempurnakan.
Dari sini penulis berusaha untuk memberikan catatan bahwa ternyata hadits yang jumlahnya ribuan tersebut tidak serta merta dapat kita peroleh dengan satu kitab dalam pembahasannya. Oleh karena itu pembahasan tentang kutubus sitah ini semoga dapat menambah hasanah keilmual kita sebagai seorang pembelajaran, semoga kita tercerahkan!

BAB II
PEMBAHASAN

Nama-nama Kitab Enam
Para ulaman Mutaakhkhirin sependapat menetapkan, bahwa kitab pokok, lima buah, yaitu:
1. Shahib Al Bukhary
2. Shahih Muslim
3. Sunan Abu Daud
4. Sunan An Nasa-y
5. Sunan At Turmudzy
Kitab yang lima tersebut di atas mereka namai “Al ushul ‘l-Khamsah” atau “Al Kutubu ‘I-Khamsah”.
Sebagian ulama Mutaakhkhirin, yaitu Abdul Fadlli ibn Thahir, menggolongkan pula kedalamnya sebuah kitab pokok lagi, sehingga terkenallah di dalam masyarakat “Al Kutubu ‘I-Sittah” (Kitab Enam). Beliau memasukkan Sunan Ibnu Majah menjadi kitab pokok yang ke enam. Pendapat beliau ini diikuti oleh Abdul Ghani Al-Maqdisi, kemudian Al-Mizzi, kemudian Al-Hafidh Ibnu Hajar dan Al-Khazraji. Kitab yang lima ini telah mengumpulkan 95% hadish yang mengenai hukum, yang 5% lagi dikumpulkan oleh beberapa kitab shahih yang disusun dalam abad ke IV.

Nilai dan Keadaan Kitab Enam
I. Shahih Al Bukhary
Shahih Al Bukhary, adalah kitab yang mula-mula yang membukukan hadits-hadits shahih. Kebanyakan ulama hadits telah sepakat menetapkan bahwa Shahih Al Bukhary itu adalah shahih-shahih kitab sesudah Al-Qur’an.
Tegasnya, ialah pokok pertama dari kitab-kitab pokok hadits. Al Bukhary menyelesaikan Shahihnya dalam waktu 16 tahun. Setiap beliau hendak menulis sebuah hadits, beliau mandi dan beristikharah. Beliau menamainya dengan “Al Jami’u ‘sh-Shahih Al Musnandu min hadistsi Rosul s.a.w. Isinya berjumlah 9082 buah hadits marfu’ dan sejumlah hadits mauquf dan maqthu”.
Ibnush Shalah menetapkan bahwa bilangan hadits Al Bukhary ada 7275 buah hadits dengan berulang-ulang. Kalau tidak berulang-ulang ada 4000 buah hadits. Hitungan Ibnu Shalah ini diikuti oleh An Nawawy.
Ad Daraquthny telah menyisihkan 110 buah hadits. 30 buah diantaranya disetujui oleh Muslim. 75 buah hadits diriwayatkan oleh Al Bukhary sendiri. Penyaringan ini telah dibantah oleh Ibnu Hajar dalam muqaddamah fathu “I-Bari” sebagian bantahannya itu dapat diterima secara ilmiah.
Sesungguhnya, tak ada kitab pun yang mendapat perhatian besar, sebesar perhatian yang diperoleh oleh shahih Al-Bukhary. Lantaran itu, didapatkan syarahnya sebanyak 82 buah. Syarah-syarah itu ada yang panjang, ada yang ringkas, ada yang sedang-sedang.
Diantaranya ialah ‘A’lamu’s Sunan, susunan Al Khaththby (388 H). Al Kawakibu d-Darari, susunan Muhammad ibn Yusuf Al Kirmany (775 H). Syarah yang banyak tersebar dalam masyarakat, Irsyadu’s-Sari, karangan Ahmad ibn Muhammad Al Mishry Al Qashtalany (851 H – 923 H).
Di antara semuanya itu, hanya empat buah saja yang terpandang tinggi dari segaja jurusan :
1. At Tanqih, karangan Badruddin Az Zakasyy
2. At Tawsyih, karangan Jalaluddin As Sayuthy
3. Umadatul Qari, karangan Badrudin Al ‘Ainy
4. Fat-hul Bari, karangan Syihabuddin Al’Aaqalany
Fat-hul Barilah, yang merupakan kitab yang terbaik di antara keempat kitab di atas, sehingga digelarkan “Raja Syarah Bukhary”.
Di samping dibuat syarah-syarah terhadap buku Shahih Bukhary, dibuat pula mukhtasarnya (ringkasannya). Mukthasar yang terbaik, adalah: “At Tajridu” sh-Shahih” susunan Al Husain ibn Al Mubarak (631 H).
Sebagian sarjana menetapkan, bahwa At Tajridu’sh-Shahih ini, susunan Abdul Abbas Syarafuddin Ahmad Asy Syarajy Az Zabidy, yang diselesaikannya dalam tahun 889 H. Dalam tahun 893 H, beliau berpulang.
Kitab shahih Al-Bukhari, Ishaq Ibn Ruhawaih salah seorang guru Imam Al-Bukhary pernah berwasiat kepadanya “Hendaklah engkau menyusun sebuah kitab yang khusus berisi sunnah rasul yang sahih”. Wasiat keinginan gurunya inilah yang mendorong dan mengilhami Imam Al-Bukhary untuk menyusun sebuah kitab yang berbeda dari kitab-kitab yang telah disusun oleh ulama sebelumnya, yaitu dengan cara hanya membukukan hadits-hadits yang sahih saja. Untuk itu kitab susunannya ia beri judul dengan nama Al-Jami’ Al-Musnad, Al Sahih, Al Mukhtasar min Umur Rasul Allah Saw was Sunnih wa Ayyamih .

II. Shahih Muslim
Kitab ini menjadi menjadi kitab pokok kedua. Sesudah Shahih Bukhary, Shahih Muslimah yang dijadikan pedoman. Shahih muslim lebih baik susunannya daripada shahih Al-Bukhary, karena itu lebih mudah kita mencari hadits di dalamnya, daripada mencari di dalam Shahih Al Bukhary.
Muslim menempatkan hadits-hadits wudhu’ umpamanya seluruhnya dibagian wudhu’ tidak berserak-serak di sana-sini seperti halnya Shahih Al Bukhary. Diriwayatkan dari muslim isi shahihnya sejumlah 7275 buah hadits dengan berulang-ulang. Kitab-kitab syarahnya, bahwa banyak juga. Ada sejumlah 15 buah, yang amat terkenal ialah:
1. Al Mu’ihn bi Fawa-idi Muslim, karangan Al Mazary (536 H)
2. Al Ikmal, karangan Al Qadli ‘Iyadl (544 H)
3. Minhaju’ I-Muhadditsi, karangan An Nawawy (676 H)
4. Ikhmalul Ikmal, karangan Az Zawawy (744 H)
5. Ikhmalul Ikmali Mu’lim, karangan Abu Abdillah Muhammad Al Abiyy Al Maliky (927 H)
Sebagian di Mukhtasarnya ialah Mukhthasar Al Mundziry. Di antara yang mengikhtisarkannya pula ialah Al Qurthuby (656 H) yang disyarahkan kembali olehnya dalam kitabnya Al Mufhim. Zawaidnya telah dikumpul dan disyarahkan oleh Ibnu ‘I-Mulaqqim (804 H).
Kitab himpunan hadits sahih karya Muslim ini judul aslinya ialah al-Musnad al-sahih al-Mukhtasar min al-Sunna bi al-Naql al ‘Aal ‘al-adl’an Rasul Allah saw, namun lebih dikenal dengan nama al-Jami’ al-Sahih atau Sahih Muslim.
Penyusunan kitab ini memakan waktu lima belas tahun. Imam Muslim mengerjakan proyek monumental ini secara terus menerus. Proses persiapan dan penyusunan kitabnya itu beliau lakukan baik ketika sedang berada di tempat tinggalnya maupun dalam perlawatan ke berbagai wilayah. Dalam penggarapannya itu, beliau menyeleksi ribuan hadits baik dari hafalannya maupun catatannya. Informasi lain menyatakan bahwa kitab al-Jami’ al sahih atau Sahih Muslim ini merupakan hasil dari sejumlah 300.000 hadits.

III. Sunan An Nasa’y
Sunan ini bernama Al Mujtaba mina ‘I-sunan (sunan-sunan pilihan). Sunan ini dinamai Al Mujtaba karena pada mula-mulanya An Nasa-y menyusun sunannya yang lebih besar lalu memberikannya kepada seorang Amir di Ar Ramlah. Amir itu bertanya : “Apakah isi sunan ini shahih seluruhnya?” Jawab An Nasa-y: ‘Isinya ada yang shahih, ada yang hasan dan ada yang hampir serupa dengan keduanya”. Sesudah itu An Nasa-y pun menyaring sunannya dan menyalin shahih saja dalam sebuah kitab yang lain dengan menamainya Al Mujtaba’. Kedudukannya di bawah derajat Shahih Muslim, karena hadits yang dla’if sedikit sekali terdapat di dalamnya.

Di antara sarjana yang mensyarahkannya, ialah As Sayuthy dan As Sindy. Telah disebutkan di atas bahwa al-Nasa’i telah menyusun kira-kira 15 buah karya besar yang berhubungan dengan bidang keilmuan hadits dan ilmu-ilmu lain yang berhubungan dengan hadits, dan diantara karyanya yang paling terkenal adalah Kitab Al-Sunnan.
Dalam menyebutkan hadits di dalam kitabnya, al-Nisa’i tidak menyebutkan satu hadits pun dari orang yang notabene ditolak periwayatannya oleh ulama-ulama hadits dan tidak mempercayai periwayatannya, sehingga dengan demikian kitabnya hanya berisi hadits sahih, hasan dan da’if. Khusus dalam kitab hadits al-Sunan (dikenal dengan Sunan an-Nasa’i) yang merupakan ringkasan dan seleksi dari kitab al-Sunan al-Kubra, tidak terdapat hadits yang berkualitas daif dan kalaupun ada, itu sangat kecil jumlahnya dan sangat jarang sekali.
Kitab al-Sunan ini sederajat dengan Sunan Abu Dawud, atau sekurang-kurangnya mendekati satu tingkatan kualitas yang sama dengan Sunan Abu Dawud, dikarenakan al-Nasa’i sangat teliti dalam meriwayatkan dan menilai suatu hadits. Hanya saja, karena Abu Dawud lebih banyak perhatiannya kepada muatan-muatan hadits yang ada tambahannya, dan lebih terfokus pada hadits-hadits yang banyak diperlukan oleh para fuqaha, maka Sunan Abu Dawud lebih diutamakan sedikit dari Sunan Al-Nasa’i. Oleh karenanya, Sunan Al-Nasa’i ditempatkan pada tingkatan kedua setelah Sunan Abu Dawud dalam deretan kitab-kitab hadits al-Sunan.

IV. Sunan Abu Daud
Kata Al Khaththaby di dalam kitab Ma’allimu’s Sunan”, mengatakan bahwasannya Sunan Abu Daud itu sebuah kitab yang sukar ada tandingnya dalam masalah agama, yang telah diterima baik oleh seluruh ulama Islam.
Kata Abu Daud sendiri, “Aku telah menulis hadits Rasul sebanyak 500.000 hadits, kemudian aku pilih sejumlah 4800 lalu aku masukkan ke dalam kitab ini”.
Hadits yang amat lemah atau tidak sah sanadnya aku terangkan di akhirnya. Tak kusebut dalam kitab ini hadits-hadits yang ditolak oleh seluruh orang, dan yang tak kukatakan apa-apa berarti: hadits yang baik.
Sunan Abu Daud berisi hadits hukum; sedikit saja yang berhubungan dengan urusan-urusan lain. Kata Al Ghazzaly: “Sunan Abu Daud cukup buat pegangan seorang mujtahid”. Syarahnya banyak, sebagian dari padanya: “Ma’alimu’s Sunan karangan Al Khaththaby dan Aunul Ma’Bud, karangan seorang ahli hadits yang terkenal di India, yaitu Abu ‘I-Thalib Syamsul Haq-Adhiem Abady.
Dan sebagus-bagus mukhtasarnya, ialah Al Mujtaba’ susunan Al Mundziry yang telah disyarahkan oleh As Sayuthy, Al Mujtaba’ itu telah disaring oleh Ibnul Qaiyim Al Jauziyah. Saringan itu dinamai Tahdzibu’s-Sunan. Sunan Abu Daud ini dipandang pokok keempat. Zawaidnya atas Al Bukhary Muslim telah disyarahkan oleh Ibnu Ulaqqim

V. Sunan At Turmudzy
Kata penyusunannya, At Turmudzy: “Aku tidak memasukkan ke dalam kitab ini melainkan hadits yang sekurang-kurangnya telah diamalkan oleh sebagian fuqaha” .
Beliau menulis hadits dengan menerangkan yang shahih dan yang tercatat serta sebab-sebabnya sebagaimana beliau menerangkan pula mana-mana yang diamalkan dan mana-mana yang ditinggalkan.
Sunan At Turmudzy besar faedahnya, tinggi derajatnya dan isinya jarang berulang-ulang. Sebagian Syarahnya ialah: Syarah As Sayuthy dan As Sindy. Syarahnya yang paling besar, ialah “Aridlatul Ahwadzy” karangan Ibnul “Araby Al Maliky. Dan sebagian dari mukhtasarnya, ialah: Mukhtasar Al Jami”, karangan Najmuddin Ibnu’ Aqil. Sunan At Turmudzy ini dipandang sebagai kelompok yang kelima. Zawaidnya atas Shahihain dan Abu Daud telah disyarahkan oleh Ibnul Mulaqqim.
VI. Sunan Ibnu Majah
Sunan ini di bawah dari pada segala kitab yang tersebut di atas. Ibnu Thahir Al Maqdsy, memandang sunan ini pokok yang keenam. Sebagian ulama memandang Al Muwaththa’ sebagai pokok yang keenam.
Ada pula yang memandang pokok yang keenam , sunan Ad Darimy. Dan ada yang menetapkan pokok yang keenam, Al Muntaqa susunan Ibnu Jarud.
Yang mula-mula menjadikan sunan ini kitab yang keenam, ialah Ibnu Thair Al Maqdisy, kemudian dituruti oleh Al Hafidh Abdul Ghany Al Maqdisy dalam kitab Al Ikmal. Mereka mendahulukan sunan ini atas Al Muwaththa’, karena banyak zawaidnya atas kitab lain.
Razin Al Sarqasthy menjadikan Al Muwaththa’ kitab yang keenam dan inilah yang dimaksud dengan kitab enam oleh Ibnul Atsir dalam kitab Jami’ul Ushul.
Sebagian dari syarah Sunan Majah ialah: Mishbahul’z Zujajah, karangan As Sayuthy dan syarah As Sindy. Hadits yang hanya diriwayatkan sendiri oleh Ibnu Majah kebanyakan dla’if. Hal ini dapat diketahui dengan penerangan syarah-syarahnya. Zawaid-zawaidnya atas kitab lima telah disyarahkan oleh Ibnul Mulaqqim. Syarah ini dinamai: Ma tamussu ilaihi ‘I hajah ‘ala Sunani Ibnu Majah.

BAB III
KESIMPULAN

Nama-nama Kitab Enam
Ulama-ulama Mutaakhkhirin sependapat menetapkan bahwa kitab pokok lima buah, yaitu:
1. Shahib al Bukhary
2. Shahih Muslim
3. Sunan Abu Daud
4. Sunan An Nasa-y
5. Sunan At Turmudzy
Kitab yang lima tersebut di atas mereka namai “Al ushul ‘l-Khamsah” atau “Al Kutubu ‘I-Khamsah”. Sebagian ulama Mutaakhkhirin , yaitu Abdul Fadlli ibn Thahir, menggolongkan pula kedalamnya sebuah kitab pokok lagi, sehingga terkenallah di dalam masyarakat “Al Kutubu ‘I-Sittah” (Kitab Enam). Beliau memasukkan Sunan Ibnu Majah menjadi kitab pokok yang ke enam.
Shahih Al Bukhary, adalah kitab yang mula-mula yang membukukan hadits-hadits shahih. Kebanyakan ulama hadits telah sepakat menetapkan bahwa Shahih Al Bukhary itu adalah shahih-shahih kitab sesudah Al-Qur’an.
Shahih Muslim ini kitab yang kedua, pokok yang kedua dari kitab-kitab hadist yang menjadi pegangan. Sesudah Shahih Bukhary, Shahih Muslimah yang dijadikan pedoman. Shahih muslim lebih baik susunannya daripada shahih Al-Bukhary, karena itu lebih mudah kita mencari hadits di dalamnya, daripada mencari di dalam Shahih Al Bukhary.
Sunan ini bernama Al Mujtaba mina ‘I-sunan (sunan-sunan pilihan). Sunan ini dinamai Al Mujtaba karena pada mula-mulanya An Nasa-y menyusun sunannya yang lebih besar lalu memberikannya kepada seorang Amir di Ar Ramlah. Amir itu bertanya : “Apakah isi sunan ini shahih seluruhnya?” Jawab An Nasa-y: ‘Isinya ada yang shahih, ada yang hasan dan ada yang hampir serupa dengan keduanya”.
Hadits yang amat lemah atau tidak sah sanadnya aku terangkan di akhirnya. Tak kusebut dalam kitab ini hadits-hadits yang ditolak oleh seluruh orang, dan yang tak kukatakan apa-apa berarti: hadits yang baik.
Sunan Abu Daud berisi hadits hukum; sedikit saja yang berhubungan dengan urusan-urusan lain. Kata penyusunannya, At Turmudzy: “Aku tidak memasukkan ke dalam kitab ini melainkan hadits yang sekurang-kurangya telah diamalkan oleh sebagian fuqaha.
Sunan ini di bawah daripada segala kitab yang tersebut di atas. Ibnu Thahir Al Maqdsy, memandang sunan ini pokok yang keenam.

DAFTAR RUJUKAN

Abdurrahman. Studi Kritik Hadits. Jakarta: Teras. 2005.

A. Yamin. Metodologi Kritis Hadits. Jakarta: Pustaka Hidayah. 1992

Hasbi Ash-Shiddieqyi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan Bintang. 1990

Munzier Suparta. Ilmu Hadits. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003

Subhi Al-Salih. Ulum Al-Hadits wa Mustalahuh. Bairut: Daral-ilm li al-Malaiyin. 1977.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Tulisannya sangat bermanfaat, terima kasih. Semoga Dia membalasa perjuangan Anda. Salam hangat.

Posting Komentar